
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Aturan baru ini, yang diundangkan pada 28 Desember 2023, menandai langkah signifikan OJK dalam memperkuat kerangka hukum pelindungan konsumen dan masyarakat, serta mendorong integrasi aspek pelindungan ke dalam seluruh alur bisnis Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK). POJK 22/2023 mencabut dan menggantikan POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, serta POJK Nomor 18/POJK.07/2018 tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan, menunjukkan komitmen OJK untuk terus memperbaiki dan memperbarui regulasi yang ada.
Penerbitan POJK ini merupakan respons terhadap dinamika dan kompleksitas transaksi serta produk dan layanan di sektor jasa keuangan yang semakin berkembang. OJK melihat perlunya penguatan regulasi untuk mengantisipasi potensi risiko, seperti penyalahgunaan data pribadi, praktik penawaran produk yang tidak bertanggung jawab, hingga fenomena pinjaman online ilegal yang meresahkan masyarakat. Dengan demikian, POJK 22/2023 hadir sebagai upaya preventif dan mitigasi untuk menciptakan ekosistem jasa keuangan yang sehat, transparan, dan berintegritas.
Baca Juga: Indonesia Perkuat Kedaulatan Data Melalui Undang-Undang ( UU PDP )
Integrasi Pelindungan Konsumen ke Dalam Bisnis Inti PUJK
Salah satu substansi utama dan paling krusial dari POJK 22/2023 adalah penekanan pada integrasi aspek pelindungan konsumen dan masyarakat ke dalam seluruh alur bisnis PUJK. Ini berarti bahwa pelindungan konsumen tidak lagi hanya menjadi fungsi kepatuhan atau bagian dari layanan purna jual, melainkan harus menjadi bagian integral dari strategi bisnis, pengembangan produk, operasional harian, hingga manajemen risiko. OJK mendorong PUJK untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan keadilan sejak tahap perancangan produk atau layanan hingga penyelesaian sengketa.
Integrasi ini mencakup berbagai tahapan, mulai dari fase pra-kontrak, kontrak, hingga pasca-kontrak. Pada fase pra-kontrak, PUJK diwajibkan untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, dan mudah dipahami mengenai produk dan layanan, termasuk risiko yang melekat. Saat fase kontrak, perjanjian harus adil dan tidak memberatkan konsumen. Sementara pada fase pasca-kontrak, PUJK harus menyediakan mekanisme penanganan pengaduan yang efektif dan efisien.
11 Substansi Penting POJK 22/2023
POJK 22/2023 membawa sejumlah penambahan dan penguatan ketentuan yang signifikan, yang mencerminkan upaya OJK dalam memperluas cakupan dan efektivitas pelindungan konsumen. Secara umum, terdapat setidaknya 11 substansi penting yang perlu diperhatikan:
1. Peningkatan Tata Kelola Pelindungan Konsumen: POJK ini memperkuat kerangka tata kelola di internal PUJK, termasuk kewajiban memiliki unit atau fungsi khusus yang bertanggung jawab atas pelindungan konsumen.
2. Kewajiban PUJK untuk Menerapkan Prinsip Pelindungan Konsumen: PUJK diwajibkan untuk menerapkan prinsip-prinsip pelindungan konsumen secara konsisten di setiap tahapan siklus produk dan layanan jasa keuangan.
3. Perluasan Cakupan Pelindungan: Aturan ini memperluas definisi konsumen dan masyarakat, serta cakupan produk dan layanan yang dilindungi, termasuk inovasi keuangan digital.
4. Penguatan Aspek Transparansi Informasi: PUJK harus menyampaikan informasi produk dan layanan secara jelas, jujur, dan tidak menyesatkan, termasuk risiko dan biaya tersembunyi.
5. Pengaturan Perlindungan Data Pribadi: POJK 22/2023 secara tegas mengatur kewajiban PUJK dalam melindungi data pribadi konsumen, termasuk penggunaan dan penyebarluasannya.
6. Peningkatan Penanganan Pengaduan: Mekanisme pengaduan konsumen diperkuat, dengan ketentuan batas waktu penyelesaian yang lebih jelas dan kewajiban PUJK untuk menyediakan sarana pengaduan yang mudah diakses.
7. Pengawasan Perilaku Pasar (Market Conduct): OJK akan lebih intensif dalam mengawasi perilaku PUJK di pasar untuk memastikan praktik bisnis yang adil dan bertanggung jawab.
8. Penegasan Tanggung Jawab Direksi dan Dewan Komisaris: Direksi dan Dewan Komisaris PUJK memiliki tanggung jawab penuh dalam memastikan implementasi pelindungan konsumen di seluruh lini bisnis.
9. Kewajiban Edukasi dan Literasi Keuangan: PUJK diwajibkan untuk aktif melakukan edukasi dan literasi keuangan kepada masyarakat sebagai bagian dari upaya pelindungan preventif.
10. Sanksi Administratif yang Lebih Tegas: POJK ini mengatur jenis sanksi administratif yang lebih bervariasi dan progresif bagi PUJK yang tidak mematuhi ketentuan pelindungan konsumen, mulai dari teguran tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha.
11. Kerangka Kerja Penyelesaian Sengketa Alternatif: POJK ini mendorong penyelesaian sengketa melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa (LAPS) yang efektif dan independen.
Dampak Dan Implementasi
Dengan berlakunya POJK 22/2023, OJK berharap tercipta ekosistem jasa keuangan yang lebih sehat, di mana konsumen merasa aman dan terlindungi dalam berinteraksi dengan PUJK. Aturan ini mendorong PUJK untuk tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga pada keberlanjutan bisnis yang didasari oleh kepercayaan konsumen.
Untuk memastikan implementasi yang efektif, OJK akan terus melakukan pengawasan dan memberikan panduan kepada PUJK. PUJK diwajibkan untuk melakukan penyesuaian internal, termasuk sistem, prosedur, dan sumber daya manusia, agar sejalan dengan ketentuan baru ini. OJK juga akan meningkatkan koordinasi dengan lembaga terkait dan asosiasi industri untuk memastikan pemahaman dan kepatuhan yang menyeluruh.
Masyarakat juga diharapkan untuk semakin proaktif dalam memahami hak-hak mereka sebagai konsumen jasa keuangan dan tidak ragu untuk melaporkan jika menemukan praktik yang merugikan. Dengan adanya POJK 22/2023, OJK menegaskan komitmennya untuk selalu berada di garis depan dalam menjaga kepentingan konsumen dan stabilitas sektor jasa keuangan di Indonesia.