
Apakah Benar Tanah 2 Tahun Nganggur Bakal Disita Negara? - Isu mengenai tanah kosong atau menganggur yang berpotensi diambil alih oleh negara setelah dua tahun menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Kabar ini menimbulkan kekhawatiran, khususnya bagi pemilik lahan. Namun, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) serta pihak Istana telah memberikan klarifikasi mendalam mengenai kriteria, mekanisme, dan tujuan di balik kebijakan penertiban tanah telantar ini. Penting untuk dipahami bahwa tidak semua tanah yang tidak dimanfaatkan akan serta-merta disita oleh negara, melainkan ada kriteria dan proses yang ketat.
Bukan Sertifikat Hak Milik (SHM) Pribadi
Salah satu poin krusial yang sering disalahpahami adalah objek penertiban. Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) Kementerian ATR/BPN, Dwi Hariyawan, menegaskan bahwa tanah yang menjadi target penertiban bukanlah tanah dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM) pribadi. Kriteria tanah telantar yang dapat ditertibkan berbeda antara SHM dengan Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB).
Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto, juga telah berulang kali menekankan bahwa isu penertiban tanah telantar tidak berlaku untuk tanah SHM pribadi. Kebijakan ini lebih menyasar tanah-tanah berstatus Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) yang diberikan oleh negara kepada badan hukum atau perorangan, namun tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya dalam jangka waktu tertentu.
Kriteria Tanah Telantar
Menurut peraturan yang berlaku, tanah telantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara tetapi tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan sifat dan maksud pemberian haknya. Ada beberapa indikator yang menunjukkan suatu tanah berpotensi dinyatakan telantar, antara lain:
1. Tidak adanya kegiatan pengusahaan, penggunaan, atau pemanfaatan tanah.
2. Tidak adanya itikad baik dari pemegang hak untuk menguasai, menggunakan, atau memanfaatkan tanah.
3. Tanah tidak dipelihara.
4. Tanah tidak dimanfaatkan sesuai tujuan pemberian hak.
Jangka waktu dua tahun yang ramai dibicarakan merujuk pada ketentuan bahwa jika suatu tanah HGU, HGB, atau Hak Pakai tidak dimanfaatkan secara efektif selama dua tahun berturut-turut, maka dapat dikategorikan sebagai tanah telantar. Namun, perlu diingat bahwa ini bukan satu-satunya kriteria. Proses penentuan status telantar melibatkan kajian komprehensif.
Mekanisme Penertiban Dan Peran Bank Tanah
Proses penertiban tanah telantar tidak instan. Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sebelumnya juga menjabat, menjelaskan bahwa ada tahapan panjang sebelum tanah dinyatakan telantar dan diambil alih negara. Tahapannya meliputi:
1. Inventarisasi dan Identifikasi: Petugas melakukan pendataan dan pemeriksaan lapangan terhadap tanah yang diduga telantar.
2. Penelitian dan Verifikasi: Dilakukan penelitian mendalam terkait status hukum, riwayat penggunaan, dan kondisi fisik tanah.
3. Peringatan (Teguran): Pemegang hak akan diberikan surat peringatan atau teguran untuk segera memanfaatkan tanahnya sesuai peruntukan. Peringatan ini biasanya diberikan dua hingga tiga kali dalam rentang waktu tertentu.
4. Penetapan Status Telantar: Jika setelah peringatan tidak ada tindak lanjut dari pemegang hak, maka tanah dapat ditetapkan sebagai tanah telantar melalui Keputusan Menteri ATR/BPN.
5. Penguasaan oleh Negara: Tanah yang telah ditetapkan telantar akan dikuasai langsung oleh negara.
6. Pemanfaatan Melalui Bank Tanah: Tanah yang telah dikuasai negara ini kemudian akan didistribusikan dan dikelola oleh Bank Tanah.
Bank Tanah memiliki peran sentral dalam skema ini. Lembaga ini bertugas mengelola dan mendistribusikan tanah-tanah telantar untuk berbagai kepentingan, seperti reforma agraria, pembangunan infrastruktur, perumahan rakyat, investasi, serta kepentingan masyarakat dan negara. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, juga menegaskan bahwa tanah telantar akan dikelola oleh Bank Tanah untuk kepentingan yang lebih luas.
Tujuan Penertiban Tanah Telantar
Kebijakan penertiban tanah telantar memiliki beberapa tujuan utama:
- Mencegah Konflik Agraria: Dengan menertibkan tanah yang tidak dimanfaatkan, diharapkan dapat mengurangi potensi sengketa dan konflik terkait penguasaan tanah. Istana juga menyebut bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mencegah konflik agraria.
- Optimalisasi Pemanfaatan Lahan: Memastikan bahwa tanah yang merupakan sumber daya terbatas dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan nasional.
- Reforma Agraria: Mendukung program reforma agraria dengan mendistribusikan kembali tanah-tanah yang tidak produktif kepada masyarakat yang membutuhkan, seperti petani atau masyarakat adat.
- Mendorong Investasi: Menyediakan ketersediaan lahan untuk investasi produktif yang dapat menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan perekonomian.
- Keadilan Agraria: Menciptakan keadilan dalam penguasaan dan pemanfaatan tanah, sehingga tidak ada lagi tanah luas yang dibiarkan kosong sementara masyarakat kesulitan mendapatkan lahan.
Klarifikasi Dan Penegasan Dari Pemerintah
Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono, telah mengklarifikasi bahwa tidak ada penyitaan tanah SHM milik masyarakat. Isu ini seringkali disalahartikan dan menimbulkan keresahan. Ia menekankan bahwa tanah yang menjadi objek penertiban adalah tanah-tanah yang diberikan hak oleh negara kepada badan hukum atau perorangan, namun tidak dimanfaatkan sesuai peruntukan dan tujuan pemberian haknya, terutama tanah-tanah dengan hak guna usaha (HGU) yang diberikan untuk perkebunan atau pertanian skala besar.
Klarifikasi juga datang dari Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko, yang menyatakan bahwa kebijakan ini bukan untuk menakut-nakuti rakyat, melainkan untuk menertibkan tanah-tanah yang telah diberikan hak oleh negara namun tidak produktif, terutama yang dikuasai oleh korporasi besar atau individu dengan hak guna usaha (HGU) atau hak guna bangunan (HGB) yang luas.
Pentingnya Memahami Aturan
Masyarakat diimbau untuk tidak panik dan memahami secara utuh aturan main terkait penertiban tanah telantar. Bagi pemilik SHM pribadi, tidak perlu khawatir selama tanah tersebut dikuasai dan dimanfaatkan sesuai dengan hak kepemilikannya. Namun, bagi pemegang HGU, HGB, atau Hak Pakai, penting untuk memastikan bahwa tanah yang dimiliki telah dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian hak untuk menghindari penetapan sebagai tanah telantar.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mewujudkan keadilan agraria dan memastikan bahwa tanah sebagai aset vital negara dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dengan mekanisme yang jelas dan tujuan yang terarah, diharapkan penertiban tanah telantar dapat berjalan efektif dan memberikan dampak positif bagi pembangunan nasional.