
Polemik seputar kewajiban pembayaran royalti lagu bagi pelaku usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seperti kafe dan restoran, terus menjadi sorotan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, melalui Komisi VII dan Komisi X, aktif mendorong peninjauan ulang skema royalti lagu agar tidak memberatkan pelaku usaha, sekaligus memastikan hak cipta musisi tetap terlindungi.
Kewajiban pembayaran royalti ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Aturan ini menegaskan bahwa setiap orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial, baik di tempat usaha seperti restoran, kafe, bioskop, pusat perbelanjaan, hotel, hingga diskotek, wajib membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Pembayaran royalti ini tidak dipungut pajak, melainkan merupakan kewajiban atas penggunaan karya cipta.
Baca Juga: Gaji Anggota Dpr Naik 100 Juta Rupiah Rakyat Protes
Tujuan Dan Mekanisme Royalti
Tujuan utama dari sistem royalti ini adalah untuk memberikan penghargaan yang layak kepada pencipta lagu dan musisi atas karya mereka, sekaligus mendorong ekosistem industri musik yang sehat dan berkelanjutan. LMKN, yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, memiliki peran sentral sebagai jembatan antara pengguna karya musik dan pemegang hak cipta. Mereka bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti yang terkumpul.
Mekanisme penarikan royalti melibatkan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mengumpulkan royalti dari pengguna komersial. LMK kemudian menyetorkan dana tersebut ke LMKN, yang selanjutnya mendistribusikannya kepada para pemegang hak cipta dan hak terkait. Besaran tarif royalti yang ditetapkan oleh LMKN bersifat progresif, disesuaikan dengan jenis dan skala penggunaan komersial.
Kekhawatiran Pelaku Usaha Dan Desakan DPR
Meskipun tujuan PP 56/2021 mulia, implementasinya menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama pelaku usaha. Banyak pemilik kafe dan restoran merasa terbebani dengan kewajiban ini, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Kekhawatiran muncul bahwa aturan ini dapat mematikan usaha kecil yang mengandalkan musik sebagai daya tarik.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, secara khusus mendesak agar skema royalti lagu diatur ulang. Ia menekankan pentingnya aturan yang tidak memberatkan pelaku usaha, terutama UMKM. Senada, Komisi X DPR RI juga meminta pemerintah untuk tidak terburu-buru dalam menerapkan aturan royalti yang dapat membebani pelaku usaha, khususnya kafe dan restoran. Mereka menyarankan agar pengumpulan royalti dilakukan secara bertahap, dimulai dari pemain besar terlebih dahulu.
Beberapa pihak, termasuk musisi Once Mekel, menyuarakan keprihatinan serupa. Once berpendapat bahwa UMKM sebaiknya tidak terlalu diganggu dengan kewajiban royalti ini, mengingat skala usaha mereka yang kecil. Ia menyoroti bahwa banyak musisi juga berjuang di tengah kondisi ekonomi yang sulit, dan pembebanan royalti pada usaha kecil justru bisa memperburuk keadaan.
Pemerintah Mencari Solusi
Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyadari polemik ini dan tengah mencari solusi. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Kemenkumham, Minatun Mabarro, menegaskan pentingnya kesadaran akan hak cipta dan kewajiban membayar royalti sebagai bentuk penghargaan terhadap karya intelektual. Ia juga menekankan bahwa pembayaran royalti musik adalah kewajiban, bukan pajak.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, mengusulkan pembenahan tata kelola LMK dan LMKN sebagai salah satu solusi untuk mengatasi polemik ini. Ia menilai bahwa tata kelola yang lebih transparan dan efisien dapat meningkatkan kepercayaan publik dan meminimalkan beban bagi pelaku usaha.
DPR RI sendiri telah memanggil berbagai pihak terkait, termasuk LMKN, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Kebudayaan (Menbud) untuk membahas permasalahan royalti lagu ini. Fadli Zon, yang saat itu menjabat sebagai anggota DPR, menyatakan bahwa akan ada aturan baru terkait royalti yang diharapkan dapat mengakomodasi masukan dari berbagai pihak.
Pentingnya Keseimbangan Dan Sosialisasi
Untuk mencapai titik temu, diperlukan keseimbangan antara perlindungan hak cipta musisi dan keberlangsungan usaha. Sosialisasi yang masif dan jelas mengenai mekanisme pembayaran royalti, manfaatnya, serta pengecualian bagi UMKM (jika ada) menjadi krusial. Banyak pelaku usaha yang masih belum sepenuhnya memahami aturan ini, sehingga menimbulkan keresahan dan ketakutan.
Pemerintah dan DPR diharapkan dapat merumuskan kebijakan yang adil dan berkelanjutan, memastikan bahwa musisi mendapatkan haknya, namun tanpa mematikan geliat ekonomi di sektor UMKM. Diskusi publik yang melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk musisi, pelaku usaha, LMK, LMKN, serta pemerintah, perlu terus digalakkan untuk mencari solusi terbaik bagi semua pihak. Ini adalah upaya untuk menciptakan ekosistem musik dan ekonomi kreatif yang harmonis di Indonesia.
