
Sistem pengumpulan pajak di Indonesia berfungsi sebagai fondasi pendapatan negara yang sangat krusial. Ini adalah metode untuk menghitung jumlah pajak yang wajib dibayarkan oleh Wajib Pajak kepada negara.
Dengan kata lain, sistem ini berperan sebagai cara untuk mengelola kewajiban pajak yang harus dibayar agar dapat masuk ke dalam kas negara.
Sistem pengumpulan pajak telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 yang mengatur semua hal terkait dengan subjek dan objek pajak.
Setiap negara di seluruh dunia memiliki sistem dan metode yang berbeda. Di Indonesia, terdapat tiga jenis sistem pengumpulan pajak. Apa saja? Mari kita telusuri penjelasannya lebih lanjut dalam artikel berikut ini!
Dasar Hukum
Seperti yang telah disebutkan, pengumpulan pajak di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 1994 yang membahas dan mengatur segala apa yang berkaitan dengan subjek dan objek pajak.
Pokok dari undang-undang ini adalah bahwa Indonesia dalam sistem pemungutan pajaknya, menerapkan asas domisili dan asas sumber secara bersamaan.
Indonesia mengimplementasikan kedua asas ini sebagai aset berharga bagi negara yang berpotensi menambah devisa negara.
Bagaimana Sistem Pengumpulan Pajak di Indonesia?
Di Indonesia, ada tiga jenis sistem pengumpulan pajak: Self Assessment System, Official Assessment System, dan Withholding System.
Untuk memahami perbedaan ketiga sistem ini, mari kita bahas satu per satu definisi masing-masing sistem pengumpulan pajak tersebut.
Official Assessment System
Merupakan sistem pengumpulan pajak yang memberikan wewenang kepada fiskus (petugas pajak) untuk menentukan besarnya pajak terutang. Wajib Pajak dalam hal ini bersifat pasif dan menunggu Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh lembaga pemungut pajak.
Official Assessment System biasanya diterapkan pada pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau pajak daerah lainnya. Sistem ini ditujukan kepada masyarakat sebagai Wajib Pajak yang dianggap belum mampu untuk dihimbau dalam menghitung dan menetapkan pajaknya.
Self Assessment System
Merupakan salah satu sistem pengumpulan pajak yang menugaskan kepada Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang secara mandiri.
Dalam konteks ini, proses menghitung, membayar, dan melaporkan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak yang aktif datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem administrasi daring yang telah disediakan pemerintah.
Peran lembaga pemungut pajak hanya sebatas mengawasi melalui serangkaian tindakan pengawasan dan penegakan hukum (pemeriksaan dan penyelidikan pajak).
Self Assessment System biasanya diterapkan pada jenis pajak pusat, seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Dari sudut pandang Self Assessment System, ini memberikan kemudahan dan keleluasaan bagi Wajib Pajak, namun sistem ini juga memiliki kelemahan, yaitu Wajib Pajak sering berusaha untuk mengurangi pembayaran pajaknya dengan menyusun laporan yang tidak benar atas pelaporan kekayaannya.
Withholding System
Dalam sistem pengumpulan pajak ini, pihak ketiga diberikan wewenang untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Besaran pajak dihitung oleh pihak ketiga, bukan oleh Wajib Pajak, petugas pajak, ataupun fiskus.
Contoh dari Withholding System adalah pemotongan gaji karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi atau perusahaan terkait. Dengan demikian, para karyawan tidak perlu datang ke KPP untuk membayar pajak tersebut.
Jenis pajak yang umumnya menggunakan sistem pemotongan di Indonesia meliputi PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat 2), dan PPN. Bukti potong biasanya dipakai sebagai bukti pelunasan pajak dengan menggunakan sistem ini.
Dalam kondisi tertentu, Surat Setoran Pajak (SSP) juga dapat digunakan. Bukti pemotongan tersebut akan dilampirkan bersama Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh atau SPT Masa PPN dari Wajib Pajak yang bersangkutan.
Lalu, Apa Pentingnya Sistem Pengumpulan Pajak bagi Bisnis?
Memahami sistem pengumpulan pajak merupakan kunci penting bagi setiap pelaku usaha. Ini bukan hanya sekadar kewajiban hukum, tetapi juga berimpact langsung pada kelangsungan dan pertumbuhan bisnis.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa penting untuk memahami sistem pengumpulan pajak dalam konteks bisnis:
Kepatuhan Hukum
Mengetahui dan memahami regulasi pajak membantu pengusaha untuk mematuhi hukum. Pajak adalah kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan peraturan yang berlaku di wilayah atau negara tempat bisnis beroperasi. Ketidaktahuan akan kewajiban pajak bisa berakibat sanksi dan konsekuensi hukum yang merugikan.
Perencanaan Keuangan yang Efisien
Wawasan mengenai sistem pajak memungkinkan pengusaha untuk merencanakan keuangan bisnis dengan lebih baik. Ini meliputi pemahaman mengenai berbagai jenis pajak, tarif pajak, dan juga kapan beserta bagaimana pembayaran pajak yang tepat waktu. Dengan perencanaan keuangan yang baik, pengusaha dapat mengelola arus kas dengan cara yang lebih optimal.
Pertumbuhan Bisnis yang Berkelanjutan
Pemahaman yang mendalam tentang pajak memungkinkan pengusaha untuk fokus pada pengembangan bisnis tanpa khawatir berlebihan tentang masalah perpajakan. Dengan kepatuhan terhadap peraturan pajak, mereka dapat memfokuskan usaha pada inovasi, pengembangan produk, serta strategi pertumbuhan lainnya.
Transparansi dan Akuntabilitas
Memahami sistem pengumpulan pajak membantu menjaga catatan keuangan yang akurat. Ini penting untuk melaporkan pendapatan dan pembayaran pajak dengan transparan, yang pada gilirannya akan meningkatkan akuntabilitas bisnis.
Menghindari Masalah Hukum dan Risiko Reputasi
Kurangnya pemahaman terkait sistem pajak dapat menimbulkan masalah hukum yang dapat merusak reputasi bisnis. Pemahaman yang buruk mengenai regulasi pajak bisa menyebabkan ketidakpatuhan yang dapat berujung pada denda, sanksi, atau bahkan proses hukum.
Nah ini peta lokasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pasar Rebo